Yow. Hari ini, Sabtu, 17 Agustus 2013, 00.00, gue nulis blog ini dari atas kereta. Baru 2 jam lalu gue berangkat dari Pasar Senen, Jakarta, dan sesuai janji, gue update kabar terakhir gue.
Waktu gue di Batam kemaren, gue mengawali perjalanan gue dengan ngelakuin hal yang awalnya bikin gue deg-deg-an.
Ceritanya, gue lagi ngantri buat check in Lion Air ke Jakarta, dan di depan gue ada 2 orang anggota militer lagi check in. Mereka bawa 2 troli dengan lebih dari 5 barang bagasi. Semuanya biasa aja sampe akhirnya mereka selesai check in, dengan seenaknya mereka biarin aja itu troli nongkrong di depan gue tanpa mereka pindahin.
Gue sih sebenernya ga masalah, gue toh sebenernya bisa ngegeser itu 2 troli dengan mudah. Tapi, emang guenya aja yang lagi pengen "cari masalah" sama itu orang berdua.
Langsung aja gue tinggalin antrian gue, gue kejer itu manusia berdua dengan tampang sok jago, gue bilang, "Bang! Itu trolinya masih dipake ga? Kalo ga dipake lagi, tolong dibalikin ke tempatnya. Coba belajar bertanggung jawab, dan kasih contoh baik buat kita-kita yang di sini."
And you know what? Gue puas.
Well, itu cuma secuplik cerita tentang awal perjalanan gue. Ada cerita lain tentang delay selama 90 menit, tentang makanan gratis dari pihak Lion Air, tentang pramugari, tentang antrian taksi, dan tentang taksinya sendiri.
But then, biarin gue simpen itu semua untuk sementara ini. =)
Balik lagi ke saat ini, di malam ini, di kereta api yang bernama Progo ini, gue lagi duduk di gerbong paling belakang, kursi paling belakang. Bersama temen-temen baru yang punya tujuan yang sama: Jogjakarta.
Di kereta ini, gue duduk berhadapan dengan seorang bapak yang ternyata memang setiap Jumat malem ngelakuin perjalanan yang sama. Setiap akhir pekan, dia menghabiskan waktunya bersama keluarga yang ditinggalkannya di Jogja. Lumayan romantis menurut gue. Pengorbanan seorang bapak yang mencari nafkah untuk anak-isterinya yang dia cintai di kota yang berjarak 8 jam perjalanan kereta api.
Selain dengan si bapak penumpang rutin, malem ini gue juga ditemenin ama serombongan anak-anak muda pendaki gunung. Ada 15 orang yang berasal dari Jakarta dan Bandung. Dan salah satu dari mereka ternyata orang asli Palembang, kota kelahiran gue. Jadilah gue sedikit bercerita & bernostalgia akan kampung halaman gue.
Gue yang penasaran, iseng nanya. "Ini pada mau naik gunung apa?" "Merbabu, kak." "Oh. Besok?" "Iya, kak."
Awalnya, gue ga ngerasa ada yang spesial. Toh banyak temen gue yang udah pernah naek Merbabu. Sampe akhirnya, gue tersadar lagi akan tujuan gue dateng ke Jogja. Jangan-jangan mereka punya tujuan yang agak mirip sama gue.
"Ini pada mau ngerayain hari kemerdekaan di puncak Merbabu?" "Iya, kak."
Dan gue langsung diem. Cuma jempol tangan kiri gue yang gue angkat, tanda gue salut sama mereka.
Indonesia memang sudah merdeka. Di Jakarta memang tidak lagi meriah.
Tapi, ijinkan kami rakyat negara ini untuk tetap merayakannya dengan cara sendiri.
Aku yang hanya ingin berdiri di bawah sang merah putih,
Mereka yang ingin berdiri di puncak tinggi,
Dan putera puteri negeri yang hanya bisa bernyanyi,
Bagi jaya Ibu Pertiwi.
Merdeka!
No comments:
Post a Comment